Rabu, 28 November 2018

Tradisi Dan Mitos Lusan Dalam Pernikahan Masyarakat Jawa

Barang siapa yang melanggar Lusan dengan sengaja atau pun tidak, maka bersiaplah dengan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Mulai dari selalu tertimpa kesialan, sampai dengan hal-hal yang lebih buruk lainnya.” Seperti inilah kira-kira pesan dari para sesepuh Jawa mengenai tradisi Lusan. Memangnya, apa sih Lusan Itu?

Sebagai negeri kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memang dikenal memiliki banyak pulau dan suku bangsa.
Dari banyaknya suku bangsa yang mendiami pulau-pulau tersebut, secara otomatis Indonesia pun memiliki beragam budaya, adat istiadat serta tradisi dari masing-masing suku.

Masing-masing adat itu juga memiliki keunikan serta menjadi mitos yang dipercaya oleh masyarakatnya.
Keberagaman budaya itupun menjadi salah satu kekayaan tak ternilai dari Indonesia.
Satu di antara beragam adat atau budaya tersebut adalah soal mitos 'lusan' alias telu dan kapisan yang masih hidup dan dipercaya sebagian masyarakat Jawa.

Telu dalam bahasa Jawa berarti Tiga, sementara kapisan bermakna pertama.
Jadi arti dari mitos lusan ini adalah ketiga dan pertama. Namun apa sebenarnya makna mitos lusan ini?
Mitos ini sendiri mengacu pada kepercyaan dan mitos seputar pernikahan, dimana anak pertama dilarang atau tidak dianjurkan menikah dengan anak ketiga.
Meski tak semua orang percaya dengan mitos ini, namun beberapa orang Jawa masih ada pula memegang teguh dan mempercayai terkait mitos lusan tersebut.

Dari sekian banyak mitos masyarakat Jawa, ada sebuah kepercayaan aneh yang menyangkut soal pernikahan, dimana anak pertama dilarang menikah dengan anak ketiga dari masing-masing keluarga. Tradisi ini disebut Lusan, yang merupakan akronim dari ‘ketelu lan kepisan’ (ketiga dan pertama).

Tradisi Lusan begitu mengerikan. Karena kalau sampai ada pasangan yang melanggarnya, maka kemungkinan besar mereka akan mengalami empat hal buruk berikut ini:

1. Konflik karakter yang terus berkelanjutan
Dari sisi psikologis modern, anak pertama cenderung bersikap pengatur, merasa paling dewasa, dan selalu ingin menjadi panutan. Sedangkan anak ketiga, biasanya memiliki sikap yang manja, susah diatur, dan sering melakukan apapun dengan semaunya sendiri.
Ya, keduanya merupakan karakter yang saling bertolak belakang. Sehingga kalau sampai ada anak pertama yang menikah dengan anak ketiga, maka hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk memulai pertengkaran demi pertengkaran.

2. Rumah tangga selalu diselimuti masalah
Pertengkaran yang terus terjadi bukan hanya karena perang karakter, namun juga karena berbagai masalah yang terus berdatangan dari berbagai bidang. Setelah berhasil menyelesaikan satu masalah, mereka akan dihadapkan lagi dengan masalah lain yang tak kalah beratnya.
Lebih dari itu, pasangan Lusan juga akan sering mengalami banyak masalah dalam satu waktu. Seperti peribahasa ‘mati satu tumbuh seribu’, masalah-masalah yang harus mereka hadapi dalam berumah tangga akan selalu ada, dan tidak akan pernah ada habisnya.

3. Ekonomi yang selalu sulit
Dalam ilmu agama (khususnya Islam), sebuah keluarga yang dijalani dengan berbagai masalah hanya akan membuat mereka semakin diajuhkan dari rejeki. Mereka akan selalu kesulitan mencari nafkah untuk menunjang perekonomian keluarga, setiap usaha gagal, serta pekerjaan yang susah didapatkan.

4. Kematian akan menimpa salah satu pasangan atau keluarganya
Ini adalah ancaman paling mengerikan dari tradisi Lusan yang membuat pasangan mana pun pasti akan berpikir seribu kali sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan. Ancaman dimana salah satu mempelai akan segera menemui ajalnya. Dan kalau pun bukan mereka, maka salah satu dari anggota keluarga yang akan menjadi korban.

Mau sampai kapan pun, tradisi tetaplah tradisi. Seperti halnya Lusan, terlepas bahwa itu merupakan mitos atau murni kebenaran, siapa pun yang mempercayainya hanya harus percaya dan melestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar